Senggakan "Cendol Dawet"
Rekan-rekan PLN UP3 Banten Utara yang sangat saya banggakan,
Penyanyi legendaris Campur sari itu, kembali "ngetop habis" di tahun 2019 ini. Lagu-lagu nya yang menggunakan bahasa jawa itu, kembali nge-"hits", dan disukai, bahkan oleh kalangan milenial, anak-anak yang belum lahir saat lagu "Stasiun Balapan" booming.
Gelar "The Godfather of the broken hearth", menyertai Viralnya penampilan sang maestro, penyanyi lagu-lagu Jawa, Didi Kempot itu. "Lord Didi" juga menjadi panggilan untuknya, dari "Sobat Ambyar", atau Sad bois atau Sad girls, sebutan untuk para penggemarnya.
Sebagai orang Solo, daerah yang sama dengan Didi Kempot,
saya termasuk yang terkagum-kagum dengan fenomena tersebut. Satu hal yang
pasti, konsistensi beliau untuk memilih genre lagu "Melow", bertema
"patah hati", dan berbahasa Jawa, sejak mulai masuk dapur rekaman di
tahun 1989, menjadi salah satu kunci Viral nya beliau di tahun 2019 ini.
Konsistensi selama 30 tahun berkarya, adalah salah satu kunci sukses itu.
Namun ada hal yang baru, yang baru saya perhatikan, saat melihat video konser-konser Didi Kempot, yang banyak tersedia di aplikasi youtube. Dalam konser-konser itu, ada interaksi yang luar biasa, antara Didi Kempot dan penonton konsernya. Interaksi yang berupa "senggakan" atau sahutan dari penonton, saat Didi Kempot menyanyikan lagu nya.
Yang paling "ambyar" adalah senggakan "cendol
dawet", saat Didi Kempot menyanyikan lagu "Bojo Anyar".
Saat Didi Kempot menyanyikan lirik ..."Nangis Batinku, nggrantes uripku, Teles kebes netes eluh ..."
(Lirik aslinya kemudian adalah ... neng dada-ku)
Spontan penonton akan kompak menyahut senggakan Cendol Dawet
itu :
Cendol dawet, cendol dawet
cendol dawet seger...
cendol cendol, dawet dawet
cendol cendol, dawet dawet
cendol cendol, dawet dawet
cendol dawet seger....
piro..limang atusan..
terus..ra pake ketan
Ji, ro, lu, pat, limo, enem, pitu, wolu..
Tak kintang-kintang, hooo..
tak kintang-kintang, hooo..
tak kintang-kintang, hooo..
Ho ho ho ya.....
Senggakan itu bukan ciptaan Didi Kempot. Kalau kita perhatikan, saat penonton melantukan Senggakan Cendol dawet itu, Didi Kempot tidak ikut bernyanyi, hanya berekspresi menggerakan tangan beliau.
Secara idealisme, siapa sih yang mau lagu diciptakannya, ditambahi seperti lirik senggakan cendol dawet itu. Tapi seperti pengakuan Didi Kempot, beliau bisa menerima nya, karena senggakan itu yang menjadi mau penonton, turut melibatkan penonton dalam konser, dan membuat konser menjadi bertambah meriah.
Dalam pandangan saya, salah satu faktor Viral-nya kembali Didi Kempot, dan diterima nya beliau di kalangan mineal adalah "pengalaman berkesan yang dirasakan penggemar", baik karena isi lagunya, maupun senggakan condel dawet pada konser tersebut.
Pertanyaan untuk kita di PLN Banten Utara adalah "Mampu
kah kita untuk konsisten seperti Didi Kempot dalam berkarya?", ingat 30
tahun dengan pilihan lagu melow patah hati, dan menggunakan bahasa Jawa.
Juga pertanyaan yang ini: "mampu kah kita mengajak konsumen-konsumen kita merasakan pengalaman berkesan bersama PLN Banten Utara, seperti Didi Kempot dengan lirik lagu dan senggakan cendol dawet dalam konser nya itu?".
Mari kita bersama menemukan "senggakan cendol dawet" ala PLN Banten Utara, mumpung growth penjualan kita sedang minus. Minus itu memang menyesakkan dada, tapi memberi peluang kepada kita untuk menemukan "senggakan-senggakan cendol dawet" itu.
Yang paling penting : jangan lupa untuk bahagia, tapi dengan menegakkan Integritas.
Terakhir, Mari kita selalu menjaga dan saling mengingatkan
K2/K3 dalam pelaksanaan pekerjaan.
Ho ho ho ya.....
Tetap Semangat dan Terus Bergerak
Salam,
Sugeng Widodo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar